Sukses SMA Sejahtera Prigen di Ajang Espresso Deteksi Convention

Sampai Korbankan Biaya Cetak Majalah Sekolah

[Radar Bromo, Kamis, 04 Desember 2008 ]
Keikutsertaan SMA Sejahtera (Smastra) di ajang Espresso Deteksi Mading (majalah dinding) Convention gelaran Deteksi Jawa Pos tahun ini terasa istimewa. Dua penghargaan sekaligus berhasil diraih sekolah yang berada di Kecamatan Prigen Pasuruan ini.

 seni1

Mendung tipis tampak menggantung di langit Kecamatan Prigen. Sejuk angin yang berhembus terasa menyapa begitu Radar Bromo berkunjung ke Smastra Prigen Selasa lalu. Tak terasa bahwa hari sudah menjelang siang.

Saat dikunjungi, pagar sekolah yang berada di lereng gunung Arjuno itu tertutup rapat. Seorang petugas kemananan tampak berjaga di balik jeruji pagar bercat cokelat itu. Usai beberapa saat menunggu, pintu pagar itu kemudian dibukanya. “Silakan ditunggu,” ujar petugas itu sembari mempersilakan koran ini masuk ke ruang kantor.

Hanya beberapa jenak, sosok yang ditunggu-tunggu itu akhirnya muncul. “Maaf, baru selesai mengajar,” ujar Kepala Smastra Prigen Teguh Hariawan. Tak lama kemudian, empat siswa yang juga peserta Espresso Deteksi Convention menyusul masuk.

Mereka adalah Indawati, Dedy Marta, Zaenal Arifin dan M. Lukman. Masing-masing duduk di kelas XII IPA 2, IPA 1 dan IPS 1. Meski final kegiatan itu sudah berlangsung Minggu malam lalu, namun, air muka kegemberiaan masih terpancar dari wajah keempat siswa ini.

“Wach, pokoknya seneng banget Mas,” kata mereka dengan kompak. Khusus untuk keempat siswa ini, even yang berlangsung sejak tanggal 20-30 November lalu itu merupakan yang ketiga kalinya mereka ikuti. Sebab, kegiatan ini mereka ikuti sejak masih duduk di bangku kelas X sekolah setempat.

Di sisi lain, kegembiraan yang dirasakan mereka tentu tidak berlebihan. Pasalnya, dua penghargaan sekaligus berhasil mereka rebut pada keikutsertaannya kali ini. Yakni, juara dua untuk kategori mading tiga dimensi dan peringkat dua dari 10 sekolah yang berhasil mengumpulkan nilai kumulatif.

Keikutserataan Smastra pada ajang ini bukan pertama kalinya ini. Tapi, sudah yang keenam kalinya atau sejak pertama even ini digelar. Yang menarik, dalam enam kali partisipasi mereka itu, selama empat tahun terakhir, mereka berhasil meraih penghargaan. Tahun lalu misalnya, mereka masuk dalam The Best Ten mading terbaik.

Nah, kali ini, kebahagian mereka terasa bertambah. Selain mempertahankan prestasi tahun lalu, mereka juga sukses menyabet juara dua kategori mading tiga dimensi. “Nggak nyangka aja kalau akhirnya dapat juara dua,” ujar Indahwati. Sebab, selain sekolahnya, banyak karya dari sekolah lain yang dinilai lebih menarik.

Sebenarnya, ada tiga tim yang sempat diikukutkan Smastra untuk ikut berpatisipasi di ajang ini. Indawati dkk, merupakan tim ketiga yang diturunkan Smastra. Cerita peperangan Bharatayudha yang melibatkan Pandawa-Kurawa adalah pilihan judul yang dipilih oleh tim yang semua anggotanya kelas XII ini.

Dua tim lainnya adalah tim mading dua dimensi, terdiri dari siswa kelas XI, dan tim mading gerak, yang terdiri dari kelas X. Yang masing-masing mengambil judul Malin Kundang dan American Tales. Masing-masing tim itu, terdiri dari 10 orang. “Jadi, ada 30 siswa yang kita ikutkan kegiatan ini,” terang Teguh saat mendampingi siswanya kemarin.

Sayang, dari tiga tim yang diturunkan itu, hanya tim ketiga yang mampu meraup sukses. “Menang atau kalah itu tidak penting. Yang terpenting, anak-anak bisa dapat pengalaman dan juga kreatif,” imbuh lelaki yang pada masa mudanya sempat melamar sebagai jurnalis ini.

M. Lukman, peserta yang lain menyatakan, meski pada akhirnya berhasil meraih dua kategori, sukses itu terasa sulit dicapai. Dirinya harus menunda penerbitan majalan sekolah karena harus dipakai kegiatan ini. “Selain itu, tahun ini juga lebih sulit dari tahun kemarin,” jelasnya. Sebab, temanya ditentukan panitia. Yakni, seputar dongeng.

Ini berbeda dengan pelaksanaan pada tahun-tahun sebelumnya yang diserahkan sepenuhnya kepada para peserta. Sehingga, masing-masing tim punya kebebasan untuk menentukan tema/judul yang akan diusungnya. “Padahal, waktu itu, kami sudah punya konsep yang cukup menarik,” imbuh Dedy Marta.

Karuan, atas kebijakan panitia itu, tim akhirnya memutuskan untuk mengangkat cerita Bharatayudha sebagai tema mading garapannya. Ini pun, sebenarnya tidak mudah untuk dilakukan. Sebab, untuk melengkapi materi mading, Indahwati harus menggelar wawancara langsung dengan seorang dalang.

Belum lagi lamanya waktu yang dibutuhkan Dedy saat membuat kereta kencana. Sekitar dua minggu waktu yang ia butuhkan agar kendaraan yang juga menjadi simbol perang Bharatayudha itu bisa selesai. “Sampai lebur-lembur juga,” jelasnya.

Tema Bharatayudha sendiri bukan satu-satunya tema yang hendak diangkat pada awal pembuatan mading ini. Namun, ada juga beberapa cerita rakyat yang lain yang coba diangkat kala itu. Diantaranya, cerita tentang ratu pantai selatan. “Namun, karena lebih dengan bernuansa mistik, akhirnya kita tinggalkan,” jelas Indahwati.

Yang menarik, pertarungan anak negeri dalam upaya memberantas penyimpangan-penyimpangan di negeri ini juga tak luput dari perhatian tim ini. Sebut saja korupsi. Bahkan, kisah perang Bharatayudha yang terjadi ratusan tahun lalu itu juga direduksi seperti perang yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) versus Koruptor.

“Motivasinya kan sama, memberantas ketidakadilan,” kata kepala sekolah, Teguh. Karena itu, agar lebih menarik, serta pesan yang ingin disampaikan sampai, mading itu juga dilengkapi dengan miniatur gedung KPK, gedung senayan, serta gedung bundar (Kejagung).

Teguh sendiri mengakui, keikutsertaannya di ajang ini bukan hanya untuk mengejar keuntungan semata. Tapi, membetuk kreativitas anak. Karena itu, ia pun tidak merasa enggan ketika harus menghabiskan dana sekitar Rp 5 juta untuk berpartisipasi di ajang ini.

Kini, Indah, Lukman, Dedy dan Zaneal hanya bisa berharap agar prestasi yang pernah diraihnya ini bisa dipertahankan oleh adik-adik kelasnya nanti. “Kalau bisa ya leih baik lagi,” pungkas mereka. (*)
MOCHAMMAD AS’ AD, Pasuruan

12 comments

  1. 5 juta? WOW angka yang mengerikan (menurut sayah) tapi syukurlah ndak tanggung2 memboyong 2 penghargaan sekaligus *salut* semangaaaTTttt

    Tahun depan ikutan ya Ros! Gratis kok he he

    • Sesuai kesepakatan teman2 KIR, hadiahnya buat rekreasi ke WBL (Wisata Bahari Lamongan). Carter Bus, dengan personil 60 orang. Gratissssssssssssssssssssss!!!! Refreshing… he he

  2. Terima Kasih Mas Fikri dah mampir..Btw, dimn yach SMAN1 Prigen itu, kapan2 boleh donk ke sana… he he he

  3. i just wanna learn from all of you..
    bikin replika gabusnya gmna? pesenkah? bikinkah? kalo bikin bkannya peralatannya lumayan repot dn agak sulit dcari..?
    answer please.

  4. pengalaman yang tak pernah terlupakan ketika menjadi peserta mading 3D,, meski gagal membawa pulang medali,, tapi gappa,, yang penting qt sudah berkarya..

Tinggalkan Balasan ke teguhhariawan Batalkan balasan