Blusukan Museum Virtual: Mengakali Larangan Memotret Arca Terbaik Nusantara

Bukan karena semua museum ditutup, saya beralih blusukan ke museum virtual. Blusukan virtual ini juga untuk melampiaskan kejengkelan saya dulu saat ditegur security ketika memasuki lantai 4 Museum Nasional (Musnas), Jakarta. 

Gara-garanya, saya pura-pura nggak melihat ada tulisan “Dilarang Memotret” saat melewati pintu ruang pamer Lantai 4 Musnas. Target saya sejak lama – karena beberapa kali ke Musnas sempat kecele lantaran Lantai 4 masih renovasi- adalah memotret arca asli Pradnya Paramita. 

Arca Pradnya Paramita adalah arca terbaik dan tercantik yang pernah dibuat pematung Jawa Timur zaman kuno. Ditemukan tahun 1819 oleh D Monnereau di sekitar Candi Singosari Malang.

Ada yang menyebut ditemukan di sekitar Candi Wayang, yang sekarang sudah jadi pemukiman penduduk. Disebut Pradnya Paramita (prajnaparamita) karena secara harfiah bermakna “kesempurnaan dalam kebijaksanaan”.

Oleh Monnerau arca ini diserahkan pada CGC Reinwardt tahun 1820. Dua ratus tahun lalu! Akhirnya arca ini berkelana menyeberang Samudera Hindia dan masuk Samudera Atlantik. 

Menetap di Rijksmuseum voor Volkenkunde Leiden, Belanda bersama barang langka lainnya yang dirampas dari tanah jajahan Hindia Belanda. Tapi, syukurlah, sekarang sudah kembali ke tanah air dengan meninggalkan kesedihan bagi sebagian warga Belanda yang begitu mencintainya. 

pinterest.com/BERDINA BURNS

Dilarang Memotret!

Kembali ke Musnas…..Nah, begitu saya memasuki ruang pamer Lantai 4 Musnas, saat itu tak ada seorangpun yang berjaga di ruang reception di pojok depan pintu. Mungkin pada ke toilet atau makan siang, kali ya. Saya segera masuk saja sembari mencari dimana sang Putri Pradnya Paramita berada. 

Kalau orang Malang, dan sebagian sejarawan, mengidentifikasi arca ini sebagai Ken Dedes, karena menghubungkan kecantikan sang arca dengan kecantikan Ken Dedes, istri Akuwu Tunggul Ametung, penguasa Tumapel yang akhirnya direbut Ken Angrok dalam cerita di Kitab Pararaton. 

Ken Angrok, begitu kesengsem dengan Ken Dedes, selain karena kecantikannya juga lantaran Ken Angrok dapat wisik/ petunjuk, dari goagarbha (ada yang menyebut betis) Ken Dedes mengeluarkan sinar. Ken Angrok mendapat informasi, jika ada perempuan yang goagarbha-nya mengeluarkan sinar, maka perempuan itu akan melahirkan orang-orang besar/ raja di zamannya.

Tak lama berjalan melewati beberapa koleksi, akhirnya ketemu juga dengan sang arca. Posisinya tak lebih dari 10 langkah setelah memasuki pintu ruangan. Saat itu saya sendirian di ruang pamer lantai 4. 

Segera saya ambil kamera kecil Mirrorless -hadiah Lomba Blog Kompasiana Pertamina- yang sedari tadi menggelantung di leher. Jepret-jepret… baru dua jepretan…… 

Tiba-tiba ada suara laki-laki muncul di belakang saya. “Mas…….mas, maaf! Dilarang memotret, ” serunya. “O..iya Pak,” sahut saya sambil tersenyum kecut, sembari berbalik arah dan saya berhadapan dengan seseorang berpakaian security yang tak tahu muncul darimana. 

“Apa memang tidak boleh memotret? “tanya saya -mencoba sedikit ngeyel. “Boleh, asal izin dulu ke pengelola museum. Serta untuk kepentingan apa,” jawab pak Security ramah. “Terima kasih,” jawab saya pendek. 

Mengurus izin tentunya tidak serta merta, mudah dan cepat. Kalau kepentingan sih jelas, jurnalistik dan pendidikan. Kan, reportase-nya untuk di share di Kompasiana…. Salah satu reportasenya ada disini : Mengintip Peninggalan Masterpiece Jawa Timur di Museum Nasional)

Juga, saat di sekolah, pasti saya gunakan untuk hal positif dan produktif. Tapi karena peraturannya begitu… ya ikut sajalah.

Saya juga paham, ada beberapa koleksi museum yang tidak boleh dipotret. Tentu banyak hal yang membuatnya begitu. 

Diantaranya: ada koleksi yang tidak tahan dengan kilatan cahaya blitz. Tapi, arca ini terbuat dari batu, lho! Mungkin ada frekuensi spektrum cahaya tertentu yang bisa membuat koleksi museum terpengaruh.

Alasan lain, mungkin untuk menghindari duplikasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sekarang ini banyak koledol (kolektor yang dodolan/ jualan) barang antik bernilai sejarah. Dengan segala cara mereka berusaha mendapatkan warisan cagar budaya untuk kepentingan pribadi. 

Sudah kondang, di lantai 4 ini tersimpan koleksi langka dan mahal. Banyak koleksi dari bahan emas! Dan seabreg alasan lain yang intinya melarang pengunjung memotret koleksi museum.    

Akhirnya, siang itu saya hanya bisa berlama-lama memandang karya Silpin (pembuat arca) Jawa Timur yang sudah memahat Arca Pradnya Paramita sedemikian detil, indah dan bercitarasa seni tinggi. 

Saya makin yakin, kalau Earl Drake, penulis buku “Gayatri Rajapatni, Perempuan Di Balik Kejayaan Majapahit,” memang begitu hanyut dan terpesona dengan arca ini. Beliau betah berlama-lama di depan arca ini saat masih di Leiden Belanda, karena seperti ada aura magis yang menghipnotisnya. 

O, iya, banyak orang yang juga meyakini, seperti halnya Earl Drake, bahwa arca di Musnas ini adalah perwujudan putri keempat dan tercantik Prabu Kertanegara yang bernama Gayatri Rajapatni! Keempat putri Kertanegara – raja terakhir Singhasari yang tewas akibat serangan raja Kertajaya dari Glang-glang- itu akhirnya menjadi istri dari Sanggramawijaya (Raden Wijaya), raja pertama Majapahit. 

Maka, dia mendapat tempat istimewa di lantai 4 gedung baru Musnas. 

Tidak seperti arca lainnya yang dipajang berjajar rapi di Gedung Arca Museum Nasional. Tidak dijajarkan pula dengan Arca Hari Hara, yang merupakan perwujudan Raden Wijaya (Sanggramawijaya) yang berdiri di Gedung Arca bersebelahan dengan Arca Tribuwana Tunggadewi.

Saat ini, Arca Dewi Pradnya Paramita telah tercatat sebagai koleksi Musnas dengan nomor inventaris 17774 serta termasuk Benda Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Surat Keputusan Kememdikbud RI No 251/ M/2013 tanggal 17 Desember 2013.

Gedung Arca–m.masterpieces.asemus.museum

--m.masterpieces.asemus.museumArca Harihara suami Pradnya Paramita ?

Arca Ken Dedes tersimpan aman –m.masterpieces.asemus.museum

Museum Virtual
Tentunya, tidak perlu saya uraikan banyak hal tentang keberadaan dan koleksi lantai 4 Museum Nasional yang saya pelototi lebih dari 3 jam.  

Akan lebih seru jika pembaca langsung berselancar sendiri secara virtual ke sana. Pasti akan lebih asyik dan menyenangkan. Sungguh! Di sanalah tersimpan koleksi-koleksi langka dan mahal yang pernah dihasilkan dari keraton-keraton Jawa masa klasik. 

Tidak hanya berbahan batu atau kayu. Banyak diantaranya berbahan logam, terutama emas. Bayangan saya, betapa mahirnya para pengrajin batu dan pengrajin logam saat itu. 

Betapa kayanya kehidupan para penguasa saat itu. Itu baru sebagian yang masih bisa diselamatkan dan ada di negeri sendiri. Lainnya, seabreg, jadi koleksi pribadi dan museum-museum besar di penjuru dunia. Agar Anda makin yakin, monggo mumpung stay at home, monggo berselancar ke Museum Virtual saja. Salah satunya ke Museum Nasional Virtual Tour.    

Koleksi Langka dan mahal–m.masterpieces.asemus.museum

Emas–m.masterpieces.asemus.museum

Emas Lagi–m.masterpieces.asemus.museum

--m.masterpieces.asemus.museum

Cawan emas berukit cerita Ramayana, Koleksi Musnas–m.masterpieces.asemus.museum

Emas yang indah–m.masterpieces.asemus.museum

Karya leluhur yang luar biasa–m.masterpieces.asemus.museum

Tugas Daring

Di masa siswa belajar di rumah alias belajar daring, blusukan ke Museum Virtual jelas sangat relevan untuk menambah khazanah materi pembelajaran di kelas. Jika selama ini guru dan peserta didik tidak sempat (tidak menyempatkan) memanfaatkan koleksi-koleksi museum untuk memperkaya pengetahuan inilah saat yang tepat. 

Sekaligus untuk membangun karakter peserta didik agar tahu masa lalu leluhurnya, termasuk karya seni dan budayanya. Serta menumbuhkan kebanggaan sebagai anak bangsa yang kaya akan warisan cagar budaya. Ke depan makin banyak anak muda yang lebih peduli akan warisan cagar budaya sehingga mau mempelajari serta melestarikannya dalam arti yang lebih luas.  Semoga.  Stay safe.. stay at home…….

Artikel Relevan

1. Koleksi Masterpiece Cagar Budaya Jawa Timur di Museum Nasional

2. Museum Bali yang luar biasa

3. Rumah Majapahit di Museum Trowulan.

Tinggalkan komentar