Kontroversi Rumah Majapahit

Tanpa penjelasan apapun, kira-kira gambaran apa yang ada di benak kita saat melihat kedua foto rumah di atas? Gambar kiri, dapat ditemui di Museum Majapahit Trowulan, Mojokerto. 

Gambar kanan, adalah salah satu rumah yang ada di kawasan Bejijong. Sekitar Trowulan juga.  Nah, pasti banyak gambaran (jawaban) yang muncul, sekiranya kedua foto di atas disajikan tanpa penjelasan apapun.  

Saya menyebut kedua foto di atas sebagai Rumah Majapahit. Kalau Rumah Majapahit, yang berdiri di Jatipasar dan Bejijong, dan membentuk seperti Kampung Majapahit  ini sepertinya sesuai dengan gambaran Rumah Majapahit golongan rakyat di jamannya. 

Tapi, Rumah Majapahit di Museum Trowulan, agaknya masih menyisakan banyak tanda tanya walaupun referensinya jelas, yakni papan informasi yang diletakkan di depan prototipe rumah di Museum Majapahit, Trowulan.  

Pertanyaannya, siapa yang berhak memberi judul dan penjelasan kalau itu Rumah Majapahit? Tentunya ya para inisiator, pakar arsitektur, pakar arkeologi yang sudah bersusah payah menelusuri jejak Rumah Majapahit itu. 

Baik lewat karya sastra, relief ataupun tinggalan arkeologis. Lalu mengkonsep, merancang, merekonstruksi serta  membangunnya kembali. Maka, lahirlah kedua rumah yang sudah disebut di atas.

Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadiTahun 2014, sesaat setelah  kumjungan saya yang kesekian kalinya ke Museum  Majapahit Trowulan (dulu namanya PIM: Pusat Informasi Majapahit), saya sudah menuliskan reportase khusus Rumah Majapahit ini. Karena bentuk , bahan dan ukuran yang konon dibuat dengan perbandingan 1:1 (sesuai aslinya), tampilannya demikian unik saya beri judul artikel tersebut “Rumah Unik Majapahit“.

Temuan arkeologis hunian di Situs Segaran| Dokumentasi pribadi

Temuan arkeologis hunian di Situs Segaran| Dokumentasi pribadiKonon, Rumah Majapahit ini dibangun dengan memperhatikan temuan-temuan arkeologis yang tersebar di Situs Segaran. Di sana terdapat sisa-sisa bangunan  berupa lantai halaman, dinding bata, gentong, pecahan gerabah, sumur serta saluran drainase. 

Dari kajian-kajian arkeologis serta sumber-sumber lainnya yang relevan inilah, lahir prototipe Rumah Majapahit yang sekarang terpajang di dalam sayap kanan, pendopo Selatan Museum Majapahit Trowulan.

Jika dilihat dari wujudnya, bolehlah itu saya sebut Rumah Majapahit tapi untuk rakyat jelata (kawula), yang tentunya berbeda dengan rumah-rumah masyarakat Majapahit strata yang lebih tinggi. 

Kontroversi

Keberadaan model Rumah Majapahit, di Museum Majapahit Trowulan tentunya akan menjadi rujukan bagai siapapun yang sudah berkunjung ke sana (termasuk saya). Bahwa, prototipe rumah yang disuguhkan kepada pengunjung itu adalah benar-benar rumah rakyat Majapahit. 

Padahal kita tahu , Majapahit adalah kerajaan besar yang pernah tumbuh dan jaya di Jawa Timur. Bahkan  kebesaran namanya bergaung sampai  di seluruh penjuru Nusantara.  

Benarkah rumah rakyat jelatanya seperti yang di museum itu? Yakni sebuah rumah mungil. Ukurannya tak lebih dari 12 meter persegi. Berdiri di batas batur. Kerangkanya dari kayu. Berdinding gedeg  (anyaman bambu). Atapnya terbuat dari Sirap dan genting. Ujung -ujung atap berhias ukel. Lantainya berupa susunan bata.

Rumah Majapahit, lengkap dengan dapur|Dokumentasi pribadi

Rumah Majapahit, lengkap dengan dapur|Dokumentasi pribadiGambaran inilah yang menurut Mas Supriyadi, teman facebook saya perlu diluruskan.  “Saya sebagai perwakilan masyarakat Majapahit yang ada di Trowulan semakin sedih dan miris , ketika melihat di salah satu sudut ruangan Museum Trowulan, melihat tiap hari ratusan adik adik pelajar dari seluruh Indonesia duduk fokus mendengarkan cerita tentang kebesaran dan kejayaan Majapahit di berbagai bidang dari petugas Museum”

“Ironisnya, adik adik calon penerus bangsa ini mendengarkan tentang kejayaan, kebesaran dan kekosmopolitan nenek moyangnya di depan “GUBUK DERITA” yang konon oleh “sang periset” di klaim sebagai RUMAH MAJAPAHIT,’ demikian ungkap Mas Supriyadi, owner Sanggar Bhagaskara Trowulan Mojokerto, mengungkapkan kegundahannya.

Mas Supriyadi yang memiliki akun FB Supriyadi Trowulan Trowulan ini menyatakan, klaim Rumah Majapahit yang sekarang berdiri di museum itu bukanlah hal yang salah. “Tapi harus disertai deskripsi yang lengkap dan jelas sesuai kajian risetnya,” papar Mas Surpiyadi. 

Menurut beliau, Rumah Majapahit di museum itu sebenarnya harus dideskripsikan sebagai “Salah satu model dapur dan kandang Rojokoyo (hewan ternak), di masyarakat Majapahit, saat Majapahit menuju keruntuhannya”. 

Bahkan ketika saya bantah dengan mengatakan  bahwa itu rumah kawula (rakyat jelata), beliau menjawab: “Itu dapur masyarakat strata sudra. Itu kandang pithik (ayam) kawulo Majapahit, bukan rumah hunian rakyat,” tegas Mas Supriyadi.

Bahkan lebih lanjut, Mas Supriyadi mengajak semua periset Majapahit agar benar-benar memperhatikan  gambaran rumah berarsitektur Majapahit seperti yang tercantum dalam Desawarnana (Nagara Krtagama) pupuh 8 sampai 12 yang secara panjang lebar mengambarkan penataan letak, bahan bangunan,  kekayaan ragam serta keindahan arsitektur Rumah Majapahit yang pernah disaksikan dengan mata kepala oleh Prapanca. 

Bahkan, beliau mengajak agar penanggung jawab museum, dalam hal  ini BPCB Jawa Timur, benar-benar mau menganulir suguhan Rumah Majapahitnya, agar generasi muda Indonesia tidak terpapar sindrome skeptisme kejayaan Majapahit akibat melihat suguhan Rumah Majapahit ala Museum Trowulan.

Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadi

Kajian Sejarah

Sepertinya, “protes” yang disampaikan Mas Supriyadi patut diapresiasi dengan meninjau ulang keberadaan objek Rumah Majapahit tersebut, bilamana hal tersebut memang masih menimbulkan kontroversi. 

Berkaitan dengan ini, saya juga pernah menulis tentang kontroversi “Arca Naik Garuda dari Belahan,” inventaris nomor 405,  yang oleh pengelola museum  diinfokan kepada khalayak sebagai Objek/ Benda Cagar Budaya yang benar-benar berasal dari Candi Belahan (Sumber Tetek). Padahal di kalangan pakar arkeologi,  hal tersebut masih belum diterima secara utuh. 

Boleh-boleh saja menampilkan objek yang kontroversial, asal dengan penjelasan yang imbang dari dua sisi, agar pengunjung (pembaca) bisa mengambil kesimpulan sendiri dari apa yang sudah diamatinya. 

Terima Kasih

Mas Supriyadi Trowulan Trowulan

Tinggalkan komentar